Minggu, 17 April 2016

Tugas Psikoterapi

·         TEORI DAN PENDEKATAN KONSELING EKSISTENSIAL – HUMANISTIK
1.        TEORI EKSISTENSIAL – HUMANISTIK
Teori dan Pendekatan Konseling  Eksistensial-humanistik  berfokus  pada  diri  manusia. Pendekatan ini  mengutamakan  suatu  sikap  yang  menekankan  pada pemahaman  atas  manusia.  Terapi eksistensial berpijak pada premis bahwa manusia tidak  bisa  lari  dari  kebebasan  dan  bahwa  kebebasan  dan  tanggung  jawab berkaitan. Pendekatan  Eksisteneial-Humanistik  dalam konseling  menggunakan  sistem  tehnik-tehnik  yang  bertujuan  untuk mempengaruhi konseli. Pendekatan  terapi  eksistensial-humanistik  bukan merupakan  terapi  tunggal,  melainkan  suatu  pendekatan  yang  mencakup terapi-terapi  yang  berlainan  yang  kesemuanya  berlandaskan  konsep-konsep  dan  asumsi-asumsi  tentang  manusia.
Pendekatan ini Berfokus pada sifat dari kondisi manusia yang mencakup kesanggupan untuk menyadari diri, bebas memilih untuk menentukan nasib sendiri, kebebasan dan tanggung jawab, kecemasan sebagai suatu unsur dasar, pencarian makna yang unik di dalam dunia yang tak bermakna, berada sendiri dan berada dalam hubungan dengan orang lain keterhinggaan dan kematian, dan kecenderungan mengaktualkan diri. Pendekatan ini memberikan kontribusi yang besar dalam bidang psikologi, yakni tentang penekanannya terhadap kualitas manusia terhadap manusia yang lain dalam proses teurapeutik. Terapi eksistensial-humanistik menekankan kondisi-kondisi inti manusia dan menekankan kesadaran diri sebelum bertindak. Kesadaran diri berkembang sejak bayi. Perkembangan kepribadian yang normal berlandaskan keunikan masing-masing individu. Berfokus pada saat sekarang dan akan menjadi apa seseorang itu, yang berarti memiliki orientasi ke masa depan. Maka dari itu, akan lebih meningkatkan kebebasan konseling dalam mengambil keputusan serta bertanggung jawab dalam setiap tindakan yang di ambilnya.
2.      Unsur-unsur Terapi
a.       Tujuan-tujuan Terapeutik
Terapi eksistensial bertujuan agar klien mengalami keberadaan secara otentik dengan menjadi sadar atas keberadaan dan potensi-potensi serta sadar bahwa ia dapat membuka diri dan bertindak berdasarkan kemampuannya.
Tujuan terapi eksistensial adalah meluaskan kesadaran diri klien, dan karenanya meningkatkan kesanggupan pilihannya, yakni menjadi bebas dan bertanggung jawab atas arah hidupnya.
Terapi eksistensial juga bertujuan membantuklien agar mampu menghadapi kecemasan sehubungan dengan tindakan memilih diri dan menerima kenyataan bahwa dirinya lebih dari sekedar korban kekuatan-kekuatan deterministik di luar dirinya.

b.      Fungsi dan Peran Terapis
Tugas utama terapis adalah berusaha memahami     klien sebagai ada dalam-dunia. Menurut Buhler dan Allen, para ahli psikologi humanistik memiliki orintasi bersama yang mencakup hal-hal berikut:
1)      Mengakui pentingnya pendekatan dari pribadi ke pribadi.
2)      Menyadari peran dari tanggung jawab terapis.
3)      Mengakui sifat timbal balik dari hubungan terapeutik.
4)      Berorientasi pada pertumbuhan.
5)      Menekankan keharusan terapis terlibat dengan klien sebagai suatu pribadi yang   menyeluruh.
6)      Mengakui bahwa putusan-ptusan dan pilihan-pilihan akhir terletak di tengan klien.
7)      Memandang terapis sebagai model, dalam arti bahwa terapis dengan gaya hidup dan pandangan humanistiknya tentang manusia bisa secara implisit menunjukkan kepada klien potensi bagi tindakan kreatif dan positif.
8)      Mengakui kebebasan klien untuk mengungkapkan pandangan dan untuk mengembangkan tujuan-tujuan dan nilainya sendiri.
9)      Bekerja ke arah mengurangi kebergantungan klien serta meningkatkan kebebasan klien.

3.      Teknik-teknik terapi
Yang paling dipedulikan oleh konselor eksistensial adalah memahami dunia subyektif si klien agar bisa menolongnya untuk bisa sampai pada pemahaman dan pilihan-pilihan baru. Fokusnya adalah pada situasi hidup klien pada saat itu, dan bukan pada menolong klien agar bisa sembuh dari situasi masa lalu (May &Yalom, 1989). Biasaya terpis eksistensial menggunakan metode yang mencakup ruang yang cukup luas, bervariasi bukan saja dari klien ke klien, tetapi juga dengan klien yang sama dalam tahap yang berbeda dari proses terapeutik. Di satu sisi, mereka menggunakan teknik seperti desentisasi (pengurangan kepekaan atas kekurangan yang diderita klien sehabis konseling), asosiasi bebas, atau restrukturisasi kognitif, dan mereka mungkin mendapatkan pemahaman dari konselor yang berorientasi lain. Tidak ada perangkat teknik yang dikhususkan atau dianggap esensial (Fischer & Fischer, 1983). Di sisi lain, beberapa orang eksistensialis mengesampingkan teknik, karena mereka lihat itu semua memberi kesan kekakuan, rutinitas, dan manipulasi
          Sepanjang proses terapeutik, kedudukan teknik adalah nomor dua dalam hal menciptakan hubungan yang akan bisa membuat konselor bisa secara efektif menantang dan memahami klien.
Teknik-teknik yang digunakan dalam konseling eksistensial-humanistik, yaitu:
a)
      Penerimaan
b)      Rasa hormat
c)      Memahami
d)     Menentramkan
e)      Memberi dorongan
f)       Pertanyaan terbatas
g)       Memantulkan pernyataan dan perasaan klien
h)      Menunjukan sikap yang mencerminkan ikut mersakan apa yang       dirasakan klien
i)        Bersikap mengijinkan untuk apa saja yang bermakna

·         PERSON CENTERED THERAPY
Carl Rogers adalah psikolog humanistik kebangsaan Amerika yang berfokus pada hubungan tarapeutik dan mengembangkan metode baru terapi berpusat pada klien. Rogers adalah salah satu individu yang pertama kali menggunakan istilah klien bukan pasien. Terapi berpusat pada klien berfkous pada peran klien, bukan ahli terapi, sebagai proses kunci penyembuhan. Rogers yakin bahwa setiap orang menjalani hidup di dunia secara berbeda dan mengetahui pengalaman terbaiknya. Menurut Rogers, klien benar – benar “berupaya untuk sembuh” dan dalam hubungan ahli terapi – klien yang suportif dan saling menghargai, klien dapat menyembuhkan dirinya sendiri. Klien berada di posisi terbaik untuk mengetahui pengalamannya sendiri dan memahami pengalamannya tersebut. Untuk memperoleh harga dirinya dan mencapai aktualisasi diri tersebut.   

1.            Konsep dasar Pandangan Carl Rogers Tentang Perilaku atau  Kepribadian
             Berbagai istilah dan konsep yang muncul dalam penyajian teori Rogers mengenai kepribadian dan perilaku yang sering memiliki arti yang unik dan khas dalam orientasi sebagai berikut :
a)      PengalamanPengalaman mengacu pada dunia pribadi individu. Setiap saat, sebagian dari hal ini terkait akan kesadaran. Misalnya, kita merasakan tekanan pena terhadap jari – jari kita seperti yang kita tulis. Beberapa mungkin sulit untuk membawa ke dalam kesadaran, seperti ide, “Aku orang yang agresif”. Sementara kesadaran masyarakat yang sebenarnya dari total lapangan pengalaman mereka mungkin terbatas, setiap individu adalah satu – satunya yang bisa tahu itu seluruhnya.
b)      RealitasUntuk tujuan psikologis, realitas pada dasarnya adalah dunia pribadi dari persepsi individu, meskipun untuk tujuan sosial realitas terdiri dari orang – orang yang memiliki persepsi tingkat tinggi kesamaan antara berbagai individu. Dua orang akan setuju pada kenyataan bahwa orang tertentu adalah politisi. Satu melihat dirinya sebagai seorang wanita baik yang ingin membantu orang dan berdasarkan kenyataan orang menilai untuk dirinya. Kenyataannya orang lain adalah bahwa politisi menyisihkan uang untuk rakyat dalam memiliki tujuan untuk memenangi hati dari rakyat. Oleh karena itu orang ini memberi suara padanya (wanita). Dalam terapi, di sebut sebagai merubah perasaan dan merubah persepsi.
c)      Organisme Bereaksi sebagai Terorganisir yang utuhSeseorang mungkin lapar, tetapi karena harus menyelesaikan laporan. Maka, orang tersebut akan melewatkan makan siang. Dalam psikoterapi, klien sering menjadi lebih jelas tentang apa yang lebih penting bagi mereka. Sehingga perubahan perilaku di arahkan dalam tujuan untuk di klasifikasikan. Seorang politisi dapat memutuskan untuk tidak mrncalonkan diri untuk mendapatkan jabatan karena ia memutuskan bahwa kehidupan keluarganya lebih penting dari pada mencalonkan diri sebagai pejabat.
d)     Organisme mengaktualisasi kecenderungan (The Organism Actualizing Tendency)Ini adalah prinsip utama dalam tulisan – tulisan dari Kurt Goldstein, Hobart Mowrer, Harry Stack Sullivan, Karen Horney, dan Andras Angyai. Untuk nama hanya beberapa. Perjuangan untuk mengajarkan anak dalam belajar jalan adalah sebuah contoh. Ini adalah keyakinan Rogers dan keyakinan sebagaian besar teori kepribadian yang lain. Di beri pilihan bebas dan tidak adanya kekuatan eksternal. Individu lebih memilih untuk menjadi sehat daripada sakit, untuk menjadi independen dari pada bergantung. Dan secara umum untuk mendorong pengembangan optimal dari organisme total.

e)      Frame Internal ReferensiIni adalah bidang persepsi individu. Ini adalah cara dunia muncul dan sebuah makna yang melekat pada pengalaman dan melibatkan perasaaan. Dari titik orang memiliki pusat pandangan. Kerangka acuan internal memberikan pemahamana sepenuhnya tentang mengapa orang berperilaku seperti yang mereka lakukan. Hal ini harus di bedakan dari penilaian eksternal perilaku, sikap, dan kepribadian.
f)       Konsep Diri, Istilah – istilah mengacu pada gesalt, terorganisir konsisten, konseptual terdiri dari persepsi karakteristik “I” atau “saya” dan persepsi tentang hubungan dari “I” atau “Aku” kepada orang lain dan berbagai aspek kehidupan, bersama dengan nilai – nilai yang melekat pada persepsi ini. Menurut Gesalt kesadaran merupakan cairan dan proses perubahan.
g)      SymbolizationIni adalah proses di mana individu menjadi sadar. Ada kecenderungan untuk menolak simbolisasi untuk pengalaman berbeda dengan konsep dirinya. Misalnya, orang – orang menganggap dirinya benar akan cenderung menolak simbolisasi tindakan berbohong. Pengalaman ambigu cenderung di lambangkan dengan cara yang konsisten dengan konsep diri. Seorang pembicara kurang percaya diri dapat di lambangkan khalayak diam sebagai terkesan, orang yang percaya diri dapat melambangkan sebuah kelompok yang penuh perhatian dan tertarik.
h)      Penyesuaian Psikologis & Ketidakmampuan Menyesuaikan diriHal ini mengacu pada konsistensi, atau kurangnya konsistensi, antara pengalaman individu sensorik dan konsep diri. Sebuah konsep diri yang mencakup unsur – unsur kelemahan dan ketidaksempurnaan memfasilitasi simbolisasi dari pengalaman kegagalan. Kebutuhan untuk menolak atau mendistorsi pengalaman seperti tidak ada dan karena itu menumbuhkan kondisi penyesuaian psikologis.
i)        Organismic Valuing Process Ini adalah proses yang berkelanjutan di mana individu bebas bergantung pada bukti indra mereka sendiri untuk membuat penilaian. Hal ini yang berbeda dengan sistem fixed menilai intrijected di tandai dengan “kewajiban” dan “keharusan” dan juga dengan apa yang seharusnya benar / salah. Proses menilai organismic konsisten dengan hipotesi
j)        The Fully Functioning PersonRogers mendefinisikan mereka yang bergantung pada Organismic valuing process seperti Fully functioning person. Dapat mengalami semua perasaan mereka, ketakutan, memungkinkan kesadaran bergerak bebas di dalam pikiran mereka dan melalui pengalaman mereka.

2.       Unsur-Unsur Terapi
a.      Peran Terapis
          Menurut Rogers, peran terapis bersifat holistik, berakar pada cara mereka berada dan sikap – sikap mereka, tidak pada teknik – teknik yang di rancang agar klien melakukan sesuatu. Penelitian menunjukkan bahwa sikap – sikap terapislah yang memfasilitasi perubahan pada klien dan bukan pengetahuan, teori, atau teknik – teknik yang mereka miliki. Terapis menggunakan dirinya sendiri sebagai instrument perubahan. Fungsi mereka menciptakan iklim terapeutik yang membantu klien untuk tumbuh. Rogers, juga menulis tentang I-Thou. Terapis menyadari bahasa verbal dan nonverbal klien dan merefleksikannya kembali. Terapis dan klien tidak tahu kemana sesi akan terarah dan sasaran apa yang akan di capai. Terapis percaya bahwa klien akan mengembangkan agenda mengenai apa yang ingin di capainya. Terapis hanya fasilitator dan kesabaran adalah esensial.
     
b.      Tujuan Terapis
       Rogers berpendapat bahwa terapis tidak boleh memaksakan tujuan – tujuan atau nilai – nilai yang di milikinya pada pasien. Fokus dari terapi adalah pasien. Terapi adalah nondirektif, yakni pasien dan bukan terapis memimpin atau mengarahkan jalannya terapi. Terapis memantulkan perasaan – perasaan yang di ungkapkan oleh pasien untuk membantunya berhubungan dengan perasaan – perasaanya yang lebih dalam dan bagian – bagian dari dirinya yang tidak di akui karena tidak diterima oleh masyarakat. Terapis memantulkan kembali atau menguraikan dengan kata – kata pa yang di ungkapkan pasien tanpa memberi penilaian.



3.      Teknik-Teknik Terapi
                  Untuk terapis person – centered, kualitas hubungan terapis jauh lebih penting daripada teknik. Rogers, percaya bahwa ada tiga kondisi yang perlu dan sudah cukup terapi, yaitu :
a.       Empathy
                  Empati adalah kemampuan terapis untuk merasakan bersama dengan klien dan menyampaikan pemahaman ini kembali kepada mereka. Empati adalah usaha untuk berpikir bersama dan bukan berpikir tentang atau mereka. Rogers mengatakan bahwa penelitian yang ada makin menunjukkan bahwa empati dalam suatu hubungan mungkin adalah faktor yang paling berpengaruh dan sudah pasti merupakan salah satu faktor yang membawa perubahan dan pembelajaran.
b.      Positive Regard (acceptance)
                  Positive Regard yang di kenal juga sebagai akseptansi adalah geunine caring yang mendalam untuk klien sebagai pribadi sangat menghargai klien karena keberadaannya. 
c.       Congruence
                  Congruence / Kongruensi adalah kondisi transparan dalam hubungan tarapeutik dengan tidak memakai topeng atau pulasan – pulasan.
                Menurut Rogers perubahan kepribadian yang positif dan signifikan hanya bisa terjadi di dalam suatu hubungan

3. LOGOTERAPI (VICTOR FRANKL)
  
                  Teori dan terapi Viktor Frankl lahir dari pengalamannya selama menjadi tawanan di kamp konsentrasi Nazi. Di sana, ia menyaksikan banyak orang yang mampu bertahan hidup atau mati di tengah siksaan. Hingga akhirnya dia menganggap bahwa mereka yang tetap berharap bisa bersatu dengan orang-orang yang dicintai, punya urusan yang harus diselesaikan di masa depan, punya keyakinan kuat, memiliki kesempatan lebih banyak daripada yang kehilangan harapan.
                  Frankl menamakan terapinya dengan logoterapi, dari kata Yunani, “logos”, yang berarti pelajaran, kata, ruh, Tuhan atau makna. Frankl menekankan pada makna sebagai pegertian logos. Bila Freud dan Addler menekankan pada kehendak pada kesenangan sebagai sumber dorongan. Maka, Frankl menekankan kehendak untuk makna sebagai sumber utama motivasi.
                  Logoterapi percaya bahwa perjuangan untuk menemukan makna hidup dalam hidup seseorang merupakan motivator utama orang tersebut. Logoterapi berusaha membuat pasien menyadari tanggungjawab dirinya dan memberinya kesempatan untuk memilih, untuk apa, atau kepada siapa dia merasa bertanggungjawab. Logoterapi tidak menggurui atau berkotbah melainkan pasien sendiri yang harus memutuskan apakah tugas hidupnya bertanggung jawab terhadap masyarakat, atau terhadap hati nuraninya sendiri. 
                  Selain itu, Frankl juga menggunakan noös yang berarti jiwa/pikiran. Bila psikoanalisis terfokus pada psikodinamik, yakni manusia dianggap berusaha mengatasi dan mengurangi ketegangan psikologis. Namun, Frankl menyatakan seharusnya lebih mementingkan noödinamik, yaitu ketegangan menjadi unsur penting bagi keseimbangan dan kesehatan jiwa. Bagaimana pun, orang menginginkan adanya ketegangan ketika mereka berusaha mencapai tujuan.

1.          Konsep Dasar Pandangan Farnkl tentang Perilaku atau Kepribadian
              Menurut Frankl logoterapi memiliki wawasan mengenai manusia yang berlandaskan tiga pilar filosofis yang satu dengan lainya erat hubunganya dan saling menunjang yaitu:
a)      Kebebasan berkehendak (Freedom of Will)
                  Dalam pandangan logoterapi, manusia adalah mahluk yang istimewa karena mempunyai kebebasan. Kebebasan disini bukanlah kebebasan yang mutlak, tetapi kebebasan yang bertanggungjawab. Kebebasan manusia bukanlah kebebasan dari (freedom from) kondisi-kondisi biologis, psikologis dan sosiokultural tetapi lebih kepada kebebasan untuk mengambil sikap (freedom to take a stand) atas kondisi-kondisi tersebut. Kelebihan manusia yang lain adalah kemampuan untuk mengambil jarak (to detach) terhadap kondisi di luar dirinya, bahkan manusia juga mempunyai kemampuan-kemampuan mengambil jarak terhadap dirinya sendiri (self detachment). Kemampuan-kemampuan inilah yang kemudian membuat manusia disebut sebagai “the self deteming being” yang berarti manusia mempunyai kebebasan untuk menentukan sendiri apa yang dianggap penting dalam hidupnya.
b)      Kehendak Hidup Bermakna (The Will to Meaning)
                  Menurut Frankl, motivasi hidup manusia yang utama adalah mencari makna. Ini berbeda denga psikoanalisa yang memandang manusia adalah pencari kesenangan atau juga pandangan psikologi individual bahwa manusia adalah pencari kekuasaan. Menurut logoterapi bahwa kesenagan adalah efek dari pemenuhan makna, sedangkan kekuasaan merupakan prasyarat bagi pemenuhan makna itu. Mengenal makna itu sendiri menurut Frankl bersifat menarik (to pull) dan menawari (to offer) bukannya mendorong (to push). Karena sifatnya menarik itu maka individu termotivasi untuk memenuhinya agar ia menjadi individu yang bermakna dengan berbagai kegiatan yang sarat dengan makna.

c)      Makna Hidup (The Meaning Of Life)
      Makna hidup adalah sesuatu yang dianggap penting, benar dan didambakan serta memberikan nilai khusus bagi seseorang. Untuk tujuan praktis makna hidup dianggap identik dengan tujuan hidup. Makna hidup bisa berbeda antara manusia satu dengan yang lainya dan berbeda setiap hari, bahkan setiap jam. Karena itu, yang penting bukan makna hidup secara umum, melainkan makna khusus dari hidup seseorang pada suatu saat tertentu. Setiap manusia memiliki pekerjaan dan misi untuk menyelesaikan tugas khusus. Dalam kaitan dengan tugas tersebut dia tidak bisa digantikan dan hidupnya tidak bisa diulang. Karena itu, manusia memiliki tugas yang unik dan kesempatan unik untuk menyelesaikan tugasnya (Frankl, 2004).
      Kerangka berpikir teori kepribadian model logoterapi dan dinamika kepribadiannya dapat digambarkan sebagai berikut.
a)      Pertama, setiap orang selalu mendambakan kebahagiaan dalam hidupnya. Dalam pandangan logoterapi, kebahagiaan itu tidak datang begitu saja, tetapi merupakan akibat sampingan dari keberhasilan seseorang memenuhi keinginannya untuk hidup bermakna (the will to meaning). Mereka yang berhasil memenuhinya akan mengalami hidup yang bermakna (meaningful life) dan ganjaran (reward) dari hidup yang bermakna adalah kebahagiaan (happiness).
b)      Kedua, jika mereka yang tak berhasil memenuhi motivasi ini akan mengalami kekecewaan dan kehampaan hidup serta merasakan hidupnya tidak bermakna (meaningless). Kondisi ini apabila tidak teratasi dapat mengakibatkan gangguan neurosis (noogenik neurosis), mengembangkan karakter totaliter (totalitarianism) dan konformis (conformism).
c)      Ketiga, Frankl menentang pendirian dalam psikologi dan psikoterapi bahwa manusia ditentukan oleh kondisi biologis, konflik-konflik masa kanak-kanak, atau kekuatan lain dari luar. Ia berpendapat bahwa kebebasan manusia merupakan kebebasan yang berada dalam batas-batas tertentu. Manusia dianggap sebagai makhluk yang memiliki berbagai potensi luar biasa, tetapi sekaligus memiliki keterbatasan dalam aspek ragawi, aspek kejiwaan, aspek sosial budaya dan aspek kerohanian.
d)     Keempat, kebebasan manusia bukan merupakan kebebasan dari (freedom from) bawaan biologis, kondisi psikososial dan kesejarahannya, melainkan kebebasan untuk menentukan sikap (freedom to take a stand) secara sadar dan menerima tanggung jawab terhadap kondisi-kondisi tersebut, baik kondisi lingkungan maupun kondisi diri sendiri. Dengan demikian, kebebasan yang dimaksud Frankl bukanlah lari dari persoalan yang sebenarnya harus dihadapi.
e)      Kelima, dalam berperilaku, manusia berusaha mengarahkan dirinya sendiri pada sesuatu yang ingin dicapainya, yaitu makna. Keinginan akan makna inilah yang mendorong setiap manusia untuk melakukan berbagai kegiatan agar hidupnya dirasakan berarti dan berharga. Namun, Frankl tidak sependapat dengan prinsip determinisme dan berkeyakinan bahwa manusia dalam berperilaku terdorong mengurangi ketegangan agar memperoleh keseimbangan dan mengarahkan dirinya sendiri menuju tujuan tertentu yang layak bagi dirinya.
                  Menurut Frankl manusia merupakan kesatuan utuh dimensi ragawi, kejiwaan dan spiritual.Unitas bio-psiko-spiritual. Frankl menyatakan bahwa manusia memiliki dimensi spiritual yang terintegrasi dengan dimensi ragawai dan kejiwaan. Perlu dipahami bahwa sebutan “spirituality” dalam logoterapi tidak mengandung konotasi keagamaan karena dimensi ini dimiliki manusia tanpa memandang ras, ideologi, agama dan keyakinannya. Oleh karena itulah Frankl menggunakan istilah noetic sebagai padanan dari spirituality, supaya tidak disalahpahami sebagai konsep agama. Dengan adanya dimensi noetic ini manusia mampu melakukan self-detachment, yakni dengan sadar mengambil jarak terhadap dirinya serta mampu meninjau dan menilai dirinya sendiri. Manusia adalah makhluk yang terbuka terhadap dunia luar serta senantiasa berinteraksi dengan sesama manusia dalam lingkungan sosial-budaya serta mampu mengolah lingkungan fisik di sekitarnya.
       Frankl menyimpulkan bahwa makna hidup bisa ditemukan melalui tiga cara, yaitu:
1.      Nilai Kreatif
       Nilai kreatif dapat diraih melalui berbagai kegiatan. Pada dasarnya seorang bisa mengalami stress jika terlalu banyak beban pekerjaan, namun ternyata seseorang akan merasa hampa dan stress pula jika tidak ada kegiatan yang dilakukannya. Kegiatan yang dimaksud tidaklah semata-mata kegiatan mencari uang, namun pekerjaan yang membuat seorang dapat  merealisasikan potensi-potensinya sebagai sesuatu yang dinilainya berharga bagi dirinya sendiri atau orang lain maupun kepada Tuhan.
2.      Nilai Penghayatan 
      Nilai penghayatan menurut Frankl dapat dikatakan berbeda dari nilai kreatif karena cara memperoleh nilai penghayatan adalah dengan menerima apa yang ada dengan penuh pemaknaan dan penghayatan yang mendalam. Realisasi nilai penghayatan dapat dicapai dengan berbagai macam bentuk penghayatan terhadap keindahan, rasa cinta dan memahami suatu kebenaran. Makna hidup dapat diraih melalui berbagai momen maupun hanya dari sebuah momen tunggal yang sangat mengesankan bagi seseorang misalnya memaknai hasil karya sendiri yang dinikmati orang lain.
3.      Nilai Bersikap
                  Nilai terakhir adalah nilai bersikap. Nilai ini sering dianggap paling tinggi karena di dalam menerima kehilangan kita terhadap kreativitas maupun kehilangan kesempatan untuk menerima cinta kasih, manusia tetap bisa mencapai makna hidupnya melalui penyikapan terhadap apa yang terjadi. Bahkan di dalam suatu musibah yang tak terelakan, seorang masih bisa dijadikannya suatu momen yang sangat bermakan dengan cara menyikapinya secara tepat. Dengan perkataan lain penderitaan yang dialami seseorang masih tetap dapat memberikan makna bagi dirinya.





2 .Unsur-Unsur Terapi
1.      Tujuan Logoterapi
   Agar dalam masalah yang dihadapi klien dia bisa menemukan makna dari penderitaan dan kehidupan serta cinta. Dengan penemuan itu klien akan dapat membantu dirinya sehingga bebas dari masalah tersebut.
2.      Fungsi dan Peran Terapis
1)       Menjaga hubungan yang akrab dan pemisahan ilmiah
2)      Mengendalikan filsafat pribadi
3)      Terapis bukan guru atau pengkhotbah
4)      Memberi makna lagi pada hidup
5)      Memberi makna lagi pada penderitaan
6)      Menekankan makna kerja
7)      Menekankan makna cinta
8)      Hubungan Klien dengan Terapis
                 Dalam logoterapi, konseli mampu mengalami secara subjektif persepsi persepsi tentang dunianya. Dia harus aktif dalam proses terapeutik, sebab dia harus memutuskan ketakutan-ketakutan, perasaan-perasaan berdosa dan kecemasan-kecemasan apa yang akan dieksplorasi. Memutuskan untuk menjalani terapi saja sering merupakan tindakan yang menakutkan. Konseli dalam terapi ini, terlibat dalam pembukaan pintu diri sendiri. Pengalaman sering menakutkan atau menyenangkan dan mendepresikan atau gabungan dari semua perasaan tersebut. Dengan membuka pintu yang tertutup, konseli mampu melonggarkan belenggu deterministic yang telah menyebabkan dia terpenjara secara psikologis. Lambat laun konseli mulai sadar, apa dia tadinya dan siapa dia sekarang serta klien lebih mampu menetapkan masa depan macam apa yang diinginkannya. Melalui proses terapi, konseli bisa mengeksplorasi alternative-alternatif guna membuat pandangan-pandangan menjadi nyata. Menurut Frankl (1959), pencarian makna dalam hidup adalah salah satu ciri manusia. Dalam pandangan para eksistensialis, tugas utama konselor adalah mengeksplorasi persoalan-persoalan yang berkaitan dengan ketidakberdayaan, keputusasaan, ketidakbermaknaan, dan kekosongan eksistensial. Tugas proses terapeutik adalah menghadapi masalah ketidakbermaknaan dan membantu Konseli dalam membuat makna dari dunia yang kacau. Frankl menandaskan bahwa fungsi Konselor bukanlah menyampaikan kepada Konseli apa makna hidup yang harus diciptakannya, melainkan mengungkapkan bahwa Konseli bisa menemukan makna, bahkan juga dari penderitaan, karena penderitaan manusia bisa diubah menjadi prestasi melalui sikap yang diambilnya dalam menghadapi penderitaan itu. 
                  Buhler dan Allen (1972) sepakat bahwa psikoterapi difokuskan pada pendekatan terhadap hubungan manusia alih-alih sistem teknik. Para ahli psikologi humanistik memiliki orientasi bersama yang mencakup hal-hal berikut :
a.       Mengakui pentingya pendekatan dari pribadi ke konselor
b.      Menyadari peran dari tanggung jawab Konselor
c.       Mengakui sifat timbal balik dari hubungan terapeutik
d.      Berorientasi pada pertumbuhan
e.       Menekankan keharusan Konselor terlibat dengan Konseli sebagai suatu pribadi yang menyeluruh
f.       Mengakui bahwa putusan-putusan dan pilihan-pilihan akhir            terletak di tangan Konseli
g.      Memandang Konselor sebagai model, dalam arti bahwa Konselor    dengan gaya hidup dan pandangan humanistiknya tentang                manusia bisa secara implisit menunjukkan potensi Konseli bagi          tindakan kreatif dan positif
h.      Mengakui kebebasan Konseli untuk mengungkapkan pandangan       dan untuk mengembangkan    tujuan-tujuan dan nilainya sendiri
i.        Bekerja ke arah mengurangi ketergantungan Konseli serta                   meningkatkan kebebasan Konseli.

3.Teknik-Teknik Terapi
   
                  Victor Frankl dikenal sebagai terapis yang memiliki pendekatan klinis yang detail. Diantara teknik-teknik tersebut adalah yang dikenal dengan intensi paradoksal, yang mampu menyelesaikan lingkaran neurotis yang disebabkan kecemasan anti sipatori dan hiper-intensi. Intensi paradoksal adalah keinginan terhadap sesuatu yang ditakut.
                  Seorang pemuda yang selalu gugup ketika bergaul dengan banyak disuruh Frankl untuk menginginkan kegugupan itu. Contoh lain adalah masalah tidur. Menurut Frankl, kalau anda menderita insomnia, anda seharusnya tidak mencoba berbaring ditempat tidur, memejamkan mata, mengosongkan pikiran dan sebagainya. Anda justru harus berusaha terjaga selama mungkin. Setelah itu baru anda akan merasakan adanya kekuatan yang mendorong anda untuk melangkah ke kasur.
                  Teknik terapi Frankl yang kedua adalah de-refleksi. Frankl percaya bahwa sebagian besar persoalan kejiwaan berawal dari perhatian yang terlalu terfokus pada diri sendiri. Dengan mengalihkan perhatian dari diri sendiri dan mengarahkannya pada orang lain, persoalan-persoalan itu akan hilang dengan sendirinya. Misalnya, kalau mengalami masalah seksual, cobalah memuaskan pasangan anda tanpa memperdulikan kepuasan diri anda sendiri. Atau cobalah untuk tidak memuaskan siapa saja, tidak diri anda, tidak juga diri pasangan anda.

Sumber:






Tidak ada komentar:

Posting Komentar