·
TEORI DAN PENDEKATAN KONSELING EKSISTENSIAL – HUMANISTIK
1. TEORI EKSISTENSIAL –
HUMANISTIK
Teori dan Pendekatan Konseling
Eksistensial-humanistik berfokus pada diri manusia.
Pendekatan ini mengutamakan suatu sikap yang
menekankan pada pemahaman atas manusia. Terapi
eksistensial berpijak pada premis bahwa manusia tidak bisa
lari dari kebebasan dan bahwa kebebasan
dan tanggung jawab berkaitan. Pendekatan
Eksisteneial-Humanistik dalam konseling menggunakan
sistem tehnik-tehnik yang bertujuan untuk mempengaruhi
konseli. Pendekatan terapi eksistensial-humanistik bukan
merupakan terapi tunggal, melainkan suatu
pendekatan yang mencakup terapi-terapi yang
berlainan yang kesemuanya berlandaskan
konsep-konsep dan asumsi-asumsi tentang manusia.
Pendekatan ini Berfokus pada sifat dari kondisi manusia
yang mencakup kesanggupan untuk menyadari diri, bebas memilih untuk menentukan
nasib sendiri, kebebasan dan tanggung jawab, kecemasan sebagai suatu unsur
dasar, pencarian makna yang unik di dalam dunia yang tak bermakna, berada
sendiri dan berada dalam hubungan dengan orang lain keterhinggaan dan kematian,
dan kecenderungan mengaktualkan diri. Pendekatan ini memberikan kontribusi yang
besar dalam bidang psikologi, yakni tentang penekanannya terhadap kualitas
manusia terhadap manusia yang lain dalam proses teurapeutik. Terapi
eksistensial-humanistik menekankan kondisi-kondisi inti manusia dan menekankan
kesadaran diri sebelum bertindak. Kesadaran diri berkembang sejak bayi.
Perkembangan kepribadian yang normal berlandaskan keunikan masing-masing
individu. Berfokus pada saat sekarang dan akan menjadi apa seseorang itu, yang
berarti memiliki orientasi ke masa depan. Maka dari itu, akan lebih
meningkatkan kebebasan konseling dalam mengambil keputusan serta bertanggung
jawab dalam setiap tindakan yang di ambilnya.
2. Unsur-unsur Terapi
a. Tujuan-tujuan
Terapeutik
Terapi eksistensial bertujuan agar klien mengalami
keberadaan secara otentik dengan menjadi sadar atas keberadaan dan
potensi-potensi serta sadar bahwa ia dapat membuka diri dan bertindak
berdasarkan kemampuannya.
Tujuan terapi eksistensial adalah meluaskan kesadaran diri
klien, dan karenanya meningkatkan kesanggupan pilihannya, yakni menjadi bebas
dan bertanggung jawab atas arah hidupnya.
Terapi eksistensial juga bertujuan membantuklien agar mampu
menghadapi kecemasan sehubungan dengan tindakan memilih diri dan menerima
kenyataan bahwa dirinya lebih dari sekedar korban kekuatan-kekuatan
deterministik di luar dirinya.
b. Fungsi
dan Peran Terapis
Tugas utama terapis adalah berusaha memahami
klien sebagai ada dalam-dunia. Menurut Buhler dan Allen, para ahli
psikologi humanistik memiliki orintasi bersama yang mencakup hal-hal
berikut:
1) Mengakui
pentingnya pendekatan dari pribadi ke pribadi.
2) Menyadari
peran dari tanggung jawab terapis.
3) Mengakui
sifat timbal balik dari hubungan terapeutik.
4) Berorientasi
pada pertumbuhan.
5) Menekankan
keharusan terapis terlibat dengan klien sebagai suatu pribadi yang
menyeluruh.
6) Mengakui
bahwa putusan-ptusan dan pilihan-pilihan akhir terletak di tengan klien.
7) Memandang
terapis sebagai model, dalam arti bahwa terapis dengan gaya hidup dan pandangan
humanistiknya tentang manusia bisa secara implisit menunjukkan kepada klien potensi
bagi tindakan kreatif dan positif.
8) Mengakui
kebebasan klien untuk mengungkapkan pandangan dan untuk mengembangkan
tujuan-tujuan dan nilainya sendiri.
9) Bekerja
ke arah mengurangi kebergantungan klien serta meningkatkan kebebasan klien.
3. Teknik-teknik terapi
Yang paling dipedulikan
oleh konselor eksistensial adalah memahami dunia subyektif si klien agar bisa
menolongnya untuk bisa sampai pada pemahaman dan pilihan-pilihan baru. Fokusnya
adalah pada situasi hidup klien pada saat itu, dan bukan pada menolong klien
agar bisa sembuh dari situasi masa lalu (May &Yalom, 1989). Biasaya terpis
eksistensial menggunakan metode yang mencakup ruang yang cukup luas, bervariasi
bukan saja dari klien ke klien, tetapi juga dengan klien yang sama dalam tahap
yang berbeda dari proses terapeutik. Di satu sisi, mereka menggunakan teknik
seperti desentisasi (pengurangan kepekaan atas kekurangan yang diderita klien
sehabis konseling), asosiasi bebas, atau restrukturisasi kognitif, dan mereka
mungkin mendapatkan pemahaman dari konselor yang berorientasi lain. Tidak ada
perangkat teknik yang dikhususkan atau dianggap esensial (Fischer &
Fischer, 1983). Di sisi lain, beberapa orang eksistensialis mengesampingkan
teknik, karena mereka lihat itu semua memberi kesan kekakuan, rutinitas, dan
manipulasi
Sepanjang proses terapeutik, kedudukan teknik
adalah nomor dua dalam hal menciptakan hubungan yang akan bisa membuat konselor
bisa secara efektif menantang dan memahami klien.
Teknik-teknik yang digunakan dalam konseling
eksistensial-humanistik, yaitu:
a) Penerimaan
a) Penerimaan
b) Rasa hormat
c) Memahami
d) Menentramkan
e) Memberi dorongan
f) Pertanyaan terbatas
g) Memantulkan
pernyataan dan perasaan klien
h) Menunjukan sikap yang
mencerminkan ikut mersakan apa yang dirasakan klien
i) Bersikap mengijinkan untuk
apa saja yang bermakna
·
PERSON CENTERED THERAPY
Carl Rogers adalah psikolog humanistik
kebangsaan Amerika yang berfokus pada hubungan tarapeutik dan mengembangkan
metode baru terapi berpusat pada klien. Rogers adalah salah satu individu yang
pertama kali menggunakan istilah klien bukan pasien. Terapi berpusat pada klien
berfkous pada peran klien, bukan ahli terapi, sebagai proses kunci penyembuhan.
Rogers yakin bahwa setiap orang menjalani hidup di dunia secara berbeda dan
mengetahui pengalaman terbaiknya. Menurut Rogers, klien benar – benar “berupaya
untuk sembuh” dan dalam hubungan ahli terapi – klien yang suportif dan saling
menghargai, klien dapat menyembuhkan dirinya sendiri. Klien berada di posisi
terbaik untuk mengetahui pengalamannya sendiri dan memahami pengalamannya
tersebut. Untuk memperoleh harga dirinya dan mencapai aktualisasi diri
tersebut.
1.
Konsep dasar Pandangan Carl
Rogers Tentang Perilaku atau Kepribadian
Berbagai istilah dan konsep yang muncul dalam
penyajian teori Rogers mengenai kepribadian dan perilaku yang sering memiliki
arti yang unik dan khas dalam orientasi sebagai berikut :
a) Pengalaman, Pengalaman
mengacu pada dunia pribadi individu. Setiap saat, sebagian dari hal ini terkait
akan kesadaran. Misalnya, kita merasakan tekanan pena terhadap jari – jari kita
seperti yang kita tulis. Beberapa mungkin sulit untuk membawa ke dalam
kesadaran, seperti ide, “Aku orang yang agresif”. Sementara kesadaran
masyarakat yang sebenarnya dari total lapangan pengalaman mereka mungkin
terbatas, setiap individu adalah satu – satunya yang bisa tahu itu seluruhnya.
b) Realitas, Untuk
tujuan psikologis, realitas pada dasarnya adalah dunia pribadi dari persepsi
individu, meskipun untuk tujuan sosial realitas terdiri dari orang – orang yang
memiliki persepsi tingkat tinggi kesamaan antara berbagai individu. Dua orang
akan setuju pada kenyataan bahwa orang tertentu adalah politisi. Satu melihat
dirinya sebagai seorang wanita baik yang ingin membantu orang dan berdasarkan
kenyataan orang menilai untuk dirinya. Kenyataannya orang lain adalah bahwa
politisi menyisihkan uang untuk rakyat dalam memiliki tujuan untuk memenangi
hati dari rakyat. Oleh karena itu orang ini memberi suara padanya (wanita).
Dalam terapi, di sebut sebagai merubah perasaan dan merubah persepsi.
c) Organisme Bereaksi sebagai
Terorganisir yang utuh, Seseorang mungkin lapar, tetapi karena
harus menyelesaikan laporan. Maka, orang tersebut akan melewatkan makan siang.
Dalam psikoterapi, klien sering menjadi lebih jelas tentang apa yang lebih
penting bagi mereka. Sehingga perubahan perilaku di arahkan dalam tujuan untuk
di klasifikasikan. Seorang politisi dapat memutuskan untuk tidak mrncalonkan
diri untuk mendapatkan jabatan karena ia memutuskan bahwa kehidupan keluarganya
lebih penting dari pada mencalonkan diri sebagai pejabat.
d) Organisme mengaktualisasi
kecenderungan (The Organism Actualizing Tendency). Ini adalah
prinsip utama dalam tulisan – tulisan dari Kurt Goldstein, Hobart Mowrer, Harry
Stack Sullivan, Karen Horney, dan Andras Angyai. Untuk nama hanya beberapa.
Perjuangan untuk mengajarkan anak dalam belajar jalan adalah sebuah contoh. Ini
adalah keyakinan Rogers dan keyakinan sebagaian besar teori kepribadian yang
lain. Di beri pilihan bebas dan tidak adanya kekuatan eksternal. Individu lebih
memilih untuk menjadi sehat daripada sakit, untuk menjadi independen dari pada
bergantung. Dan secara umum untuk mendorong pengembangan optimal dari organisme
total.
e) Frame Internal Referensi, Ini
adalah bidang persepsi individu. Ini adalah cara dunia muncul dan sebuah makna
yang melekat pada pengalaman dan melibatkan perasaaan. Dari titik orang memiliki
pusat pandangan. Kerangka acuan internal memberikan pemahamana sepenuhnya
tentang mengapa orang berperilaku seperti yang mereka lakukan. Hal ini harus di
bedakan dari penilaian eksternal perilaku, sikap, dan kepribadian.
f) Konsep Diri, Istilah
– istilah mengacu pada gesalt, terorganisir konsisten, konseptual terdiri dari
persepsi karakteristik “I” atau “saya” dan persepsi tentang hubungan dari “I”
atau “Aku” kepada orang lain dan berbagai aspek kehidupan, bersama dengan nilai
– nilai yang melekat pada persepsi ini. Menurut Gesalt kesadaran merupakan
cairan dan proses perubahan.
g) Symbolization, Ini
adalah proses di mana individu menjadi sadar. Ada kecenderungan untuk menolak
simbolisasi untuk pengalaman berbeda dengan konsep dirinya. Misalnya, orang –
orang menganggap dirinya benar akan cenderung menolak simbolisasi tindakan
berbohong. Pengalaman ambigu cenderung di lambangkan dengan cara yang konsisten
dengan konsep diri. Seorang pembicara kurang percaya diri dapat di lambangkan
khalayak diam sebagai terkesan, orang yang percaya diri dapat melambangkan
sebuah kelompok yang penuh perhatian dan tertarik.
h) Penyesuaian Psikologis
& Ketidakmampuan Menyesuaikan diri. Hal ini mengacu pada
konsistensi, atau kurangnya konsistensi, antara pengalaman individu sensorik
dan konsep diri. Sebuah konsep diri yang mencakup unsur – unsur kelemahan dan
ketidaksempurnaan memfasilitasi simbolisasi dari pengalaman kegagalan.
Kebutuhan untuk menolak atau mendistorsi pengalaman seperti tidak ada dan karena
itu menumbuhkan kondisi penyesuaian psikologis.
i) Organismic Valuing Process Ini
adalah proses yang berkelanjutan di mana individu bebas bergantung pada bukti
indra mereka sendiri untuk membuat penilaian. Hal ini yang berbeda dengan
sistem fixed menilai intrijected di tandai dengan “kewajiban” dan “keharusan”
dan juga dengan apa yang seharusnya benar / salah. Proses menilai organismic
konsisten dengan hipotesi
j) The Fully Functioning
Person, Rogers mendefinisikan mereka yang bergantung pada
Organismic valuing process seperti Fully functioning person. Dapat mengalami
semua perasaan mereka, ketakutan, memungkinkan kesadaran bergerak bebas di
dalam pikiran mereka dan melalui pengalaman mereka.
2. Unsur-Unsur Terapi
a. Peran Terapis
Menurut
Rogers, peran terapis bersifat holistik, berakar pada cara mereka berada dan
sikap – sikap mereka, tidak pada teknik – teknik yang di rancang agar klien
melakukan sesuatu. Penelitian menunjukkan bahwa sikap – sikap terapislah yang
memfasilitasi perubahan pada klien dan bukan pengetahuan, teori, atau teknik –
teknik yang mereka miliki. Terapis menggunakan dirinya sendiri sebagai
instrument perubahan. Fungsi mereka menciptakan iklim terapeutik yang membantu
klien untuk tumbuh. Rogers, juga menulis tentang I-Thou. Terapis
menyadari bahasa verbal dan nonverbal klien dan merefleksikannya kembali.
Terapis dan klien tidak tahu kemana sesi akan terarah dan sasaran apa yang akan
di capai. Terapis percaya bahwa klien akan mengembangkan agenda mengenai apa
yang ingin di capainya. Terapis hanya fasilitator dan kesabaran adalah
esensial.
b. Tujuan Terapis
Rogers berpendapat
bahwa terapis tidak boleh memaksakan tujuan – tujuan atau nilai – nilai yang di
milikinya pada pasien. Fokus dari terapi adalah pasien. Terapi adalah
nondirektif, yakni pasien dan bukan terapis memimpin atau mengarahkan jalannya
terapi. Terapis memantulkan perasaan – perasaan yang di ungkapkan oleh pasien
untuk membantunya berhubungan dengan perasaan – perasaanya yang lebih dalam dan
bagian – bagian dari dirinya yang tidak di akui karena tidak diterima oleh
masyarakat. Terapis memantulkan kembali atau menguraikan dengan kata – kata pa
yang di ungkapkan pasien tanpa memberi penilaian.
3. Teknik-Teknik Terapi
Untuk terapis person
– centered, kualitas hubungan terapis jauh lebih penting daripada
teknik. Rogers, percaya bahwa ada tiga kondisi yang perlu dan sudah cukup
terapi, yaitu :
a. Empathy
Empati adalah kemampuan terapis
untuk merasakan bersama dengan klien dan menyampaikan pemahaman ini kembali
kepada mereka. Empati adalah usaha untuk berpikir bersama dan bukan berpikir
tentang atau mereka. Rogers mengatakan bahwa penelitian yang ada makin
menunjukkan bahwa empati dalam suatu hubungan mungkin adalah faktor yang paling
berpengaruh dan sudah pasti merupakan salah satu faktor yang membawa perubahan
dan pembelajaran.
b. Positive Regard
(acceptance)
Positive
Regard yang
di kenal juga sebagai akseptansi adalah geunine caring yang
mendalam untuk klien sebagai pribadi sangat menghargai klien karena
keberadaannya.
c. Congruence
Congruence
/ Kongruensi adalah kondisi transparan dalam hubungan tarapeutik
dengan tidak memakai topeng atau pulasan – pulasan.
Menurut Rogers perubahan kepribadian yang
positif dan signifikan hanya bisa terjadi di dalam suatu hubungan
3. LOGOTERAPI (VICTOR FRANKL)
Teori dan terapi Viktor
Frankl lahir dari pengalamannya selama menjadi tawanan di kamp konsentrasi
Nazi. Di sana, ia menyaksikan banyak orang yang mampu bertahan hidup atau mati
di tengah siksaan. Hingga akhirnya dia menganggap bahwa mereka yang tetap
berharap bisa bersatu dengan orang-orang yang dicintai, punya urusan yang harus
diselesaikan di masa depan, punya keyakinan kuat, memiliki kesempatan lebih
banyak daripada yang kehilangan harapan.
Frankl
menamakan terapinya dengan logoterapi, dari kata Yunani, “logos”, yang berarti
pelajaran, kata, ruh, Tuhan atau makna. Frankl menekankan pada makna sebagai
pegertian logos. Bila Freud dan Addler menekankan pada kehendak pada kesenangan
sebagai sumber dorongan. Maka, Frankl menekankan kehendak untuk makna sebagai
sumber utama motivasi.
Logoterapi
percaya bahwa perjuangan untuk menemukan makna hidup dalam hidup seseorang
merupakan motivator utama orang tersebut. Logoterapi berusaha membuat pasien
menyadari tanggungjawab dirinya dan memberinya kesempatan untuk memilih, untuk
apa, atau kepada siapa dia merasa bertanggungjawab. Logoterapi tidak menggurui
atau berkotbah melainkan pasien sendiri yang harus memutuskan apakah tugas
hidupnya bertanggung jawab terhadap masyarakat, atau terhadap hati nuraninya
sendiri.
Selain
itu, Frankl juga menggunakan noös yang berarti jiwa/pikiran. Bila psikoanalisis
terfokus pada psikodinamik, yakni manusia dianggap berusaha mengatasi dan
mengurangi ketegangan psikologis. Namun, Frankl menyatakan seharusnya lebih
mementingkan noödinamik, yaitu ketegangan menjadi unsur penting bagi
keseimbangan dan kesehatan jiwa. Bagaimana pun, orang menginginkan adanya
ketegangan ketika mereka berusaha mencapai tujuan.
1.
Konsep
Dasar Pandangan Farnkl tentang Perilaku atau Kepribadian
Menurut Frankl logoterapi memiliki wawasan
mengenai manusia yang berlandaskan tiga pilar filosofis yang satu dengan lainya
erat hubunganya dan saling menunjang yaitu:
a) Kebebasan berkehendak
(Freedom of Will)
Dalam
pandangan logoterapi, manusia adalah mahluk yang istimewa karena mempunyai
kebebasan. Kebebasan disini bukanlah kebebasan yang mutlak, tetapi kebebasan
yang bertanggungjawab. Kebebasan manusia bukanlah kebebasan dari (freedom from)
kondisi-kondisi biologis, psikologis dan sosiokultural tetapi lebih kepada
kebebasan untuk mengambil sikap (freedom to take a stand) atas kondisi-kondisi
tersebut. Kelebihan manusia yang lain adalah kemampuan untuk mengambil jarak
(to detach) terhadap kondisi di luar dirinya, bahkan manusia juga mempunyai
kemampuan-kemampuan mengambil jarak terhadap dirinya sendiri (self detachment).
Kemampuan-kemampuan inilah yang kemudian membuat manusia disebut sebagai “the
self deteming being” yang berarti manusia mempunyai kebebasan untuk menentukan
sendiri apa yang dianggap penting dalam hidupnya.
b) Kehendak Hidup Bermakna
(The Will to Meaning)
Menurut
Frankl, motivasi hidup manusia yang utama adalah mencari makna. Ini berbeda
denga psikoanalisa yang memandang manusia adalah pencari kesenangan atau juga
pandangan psikologi individual bahwa manusia adalah pencari kekuasaan. Menurut
logoterapi bahwa kesenagan adalah efek dari pemenuhan makna, sedangkan
kekuasaan merupakan prasyarat bagi pemenuhan makna itu. Mengenal makna itu
sendiri menurut Frankl bersifat menarik (to pull) dan menawari (to offer)
bukannya mendorong (to push). Karena sifatnya menarik itu maka individu
termotivasi untuk memenuhinya agar ia menjadi individu yang bermakna dengan
berbagai kegiatan yang sarat dengan makna.
c) Makna Hidup (The Meaning Of
Life)
Makna hidup adalah
sesuatu yang dianggap penting, benar dan didambakan serta memberikan nilai
khusus bagi seseorang. Untuk tujuan praktis makna hidup dianggap identik dengan
tujuan hidup. Makna hidup bisa berbeda antara manusia satu dengan yang lainya
dan berbeda setiap hari, bahkan setiap jam. Karena itu, yang penting bukan
makna hidup secara umum, melainkan makna khusus dari hidup seseorang pada suatu
saat tertentu. Setiap manusia memiliki pekerjaan dan misi untuk menyelesaikan
tugas khusus. Dalam kaitan dengan tugas tersebut dia tidak bisa digantikan dan
hidupnya tidak bisa diulang. Karena itu, manusia memiliki tugas yang unik dan
kesempatan unik untuk menyelesaikan tugasnya (Frankl, 2004).
Kerangka
berpikir teori kepribadian model logoterapi dan dinamika kepribadiannya dapat
digambarkan sebagai berikut.
a) Pertama, setiap orang
selalu mendambakan kebahagiaan dalam hidupnya. Dalam pandangan logoterapi,
kebahagiaan itu tidak datang begitu saja, tetapi merupakan akibat sampingan
dari keberhasilan seseorang memenuhi keinginannya untuk hidup bermakna (the
will to meaning). Mereka yang berhasil memenuhinya akan mengalami hidup yang
bermakna (meaningful life) dan ganjaran (reward) dari hidup yang bermakna
adalah kebahagiaan (happiness).
b) Kedua, jika mereka yang tak
berhasil memenuhi motivasi ini akan mengalami kekecewaan dan kehampaan hidup
serta merasakan hidupnya tidak bermakna (meaningless). Kondisi ini apabila
tidak teratasi dapat mengakibatkan gangguan neurosis (noogenik neurosis),
mengembangkan karakter totaliter (totalitarianism) dan konformis (conformism).
c) Ketiga, Frankl menentang
pendirian dalam psikologi dan psikoterapi bahwa manusia ditentukan oleh kondisi
biologis, konflik-konflik masa kanak-kanak, atau kekuatan lain dari luar. Ia
berpendapat bahwa kebebasan manusia merupakan kebebasan yang berada dalam
batas-batas tertentu. Manusia dianggap sebagai makhluk yang memiliki berbagai
potensi luar biasa, tetapi sekaligus memiliki keterbatasan dalam aspek ragawi,
aspek kejiwaan, aspek sosial budaya dan aspek kerohanian.
d) Keempat, kebebasan manusia
bukan merupakan kebebasan dari (freedom from) bawaan biologis, kondisi
psikososial dan kesejarahannya, melainkan kebebasan untuk menentukan sikap
(freedom to take a stand) secara sadar dan menerima tanggung jawab terhadap
kondisi-kondisi tersebut, baik kondisi lingkungan maupun kondisi diri sendiri.
Dengan demikian, kebebasan yang dimaksud Frankl bukanlah lari dari persoalan
yang sebenarnya harus dihadapi.
e) Kelima, dalam berperilaku,
manusia berusaha mengarahkan dirinya sendiri pada sesuatu yang ingin
dicapainya, yaitu makna. Keinginan akan makna inilah yang mendorong setiap
manusia untuk melakukan berbagai kegiatan agar hidupnya dirasakan berarti dan
berharga. Namun, Frankl tidak sependapat dengan prinsip determinisme dan berkeyakinan
bahwa manusia dalam berperilaku terdorong mengurangi ketegangan agar memperoleh
keseimbangan dan mengarahkan dirinya sendiri menuju tujuan tertentu yang layak
bagi dirinya.
Menurut
Frankl manusia merupakan kesatuan utuh dimensi ragawi, kejiwaan dan
spiritual.Unitas bio-psiko-spiritual. Frankl menyatakan bahwa manusia memiliki
dimensi spiritual yang terintegrasi dengan dimensi ragawai dan kejiwaan. Perlu
dipahami bahwa sebutan “spirituality” dalam logoterapi tidak mengandung konotasi
keagamaan karena dimensi ini dimiliki manusia tanpa memandang ras, ideologi,
agama dan keyakinannya. Oleh karena itulah Frankl menggunakan
istilah noetic sebagai padanan dari spirituality, supaya tidak
disalahpahami sebagai konsep agama. Dengan adanya dimensi noetic ini
manusia mampu melakukan self-detachment, yakni dengan sadar mengambil
jarak terhadap dirinya serta mampu meninjau dan menilai dirinya sendiri.
Manusia adalah makhluk yang terbuka terhadap dunia luar serta senantiasa berinteraksi
dengan sesama manusia dalam lingkungan sosial-budaya serta mampu mengolah
lingkungan fisik di sekitarnya.
Frankl
menyimpulkan bahwa makna hidup bisa ditemukan melalui tiga cara, yaitu:
1. Nilai Kreatif
Nilai
kreatif dapat diraih melalui berbagai kegiatan. Pada dasarnya seorang bisa
mengalami stress jika terlalu banyak beban pekerjaan, namun ternyata seseorang
akan merasa hampa dan stress pula jika tidak ada kegiatan yang dilakukannya.
Kegiatan yang dimaksud tidaklah semata-mata kegiatan mencari uang, namun
pekerjaan yang membuat seorang dapat merealisasikan potensi-potensinya
sebagai sesuatu yang dinilainya berharga bagi dirinya sendiri atau orang lain
maupun kepada Tuhan.
2. Nilai Penghayatan
Nilai
penghayatan menurut Frankl dapat dikatakan berbeda dari nilai kreatif karena
cara memperoleh nilai penghayatan adalah dengan menerima apa yang ada dengan
penuh pemaknaan dan penghayatan yang mendalam. Realisasi nilai penghayatan
dapat dicapai dengan berbagai macam bentuk penghayatan terhadap keindahan, rasa
cinta dan memahami suatu kebenaran. Makna hidup dapat diraih melalui berbagai
momen maupun hanya dari sebuah momen tunggal yang sangat mengesankan bagi
seseorang misalnya memaknai hasil karya sendiri yang dinikmati orang lain.
3. Nilai Bersikap
Nilai
terakhir adalah nilai bersikap. Nilai ini sering dianggap paling tinggi karena
di dalam menerima kehilangan kita terhadap kreativitas maupun kehilangan
kesempatan untuk menerima cinta kasih, manusia tetap bisa mencapai makna
hidupnya melalui penyikapan terhadap apa yang terjadi. Bahkan di dalam suatu
musibah yang tak terelakan, seorang masih bisa dijadikannya suatu momen yang
sangat bermakan dengan cara menyikapinya secara tepat. Dengan perkataan lain
penderitaan yang dialami seseorang masih tetap dapat memberikan makna bagi
dirinya.
2 .Unsur-Unsur Terapi
1. Tujuan Logoterapi
Agar dalam masalah yang dihadapi
klien dia bisa menemukan makna dari penderitaan dan kehidupan serta cinta.
Dengan penemuan itu klien akan dapat membantu dirinya sehingga bebas dari
masalah tersebut.
2. Fungsi dan Peran Terapis
1) Menjaga hubungan yang
akrab dan pemisahan ilmiah
2) Mengendalikan filsafat
pribadi
3) Terapis bukan guru atau
pengkhotbah
4) Memberi makna lagi pada
hidup
5) Memberi makna lagi pada
penderitaan
6) Menekankan makna kerja
7) Menekankan makna cinta
8) Hubungan Klien dengan
Terapis
Dalam logoterapi, konseli mampu
mengalami secara subjektif persepsi persepsi tentang dunianya. Dia harus aktif
dalam proses terapeutik, sebab dia harus memutuskan ketakutan-ketakutan,
perasaan-perasaan berdosa dan kecemasan-kecemasan apa yang akan dieksplorasi.
Memutuskan untuk menjalani terapi saja sering merupakan tindakan yang menakutkan.
Konseli dalam terapi ini, terlibat dalam pembukaan pintu diri sendiri.
Pengalaman sering menakutkan atau menyenangkan dan mendepresikan atau gabungan
dari semua perasaan tersebut. Dengan membuka pintu yang tertutup, konseli mampu
melonggarkan belenggu deterministic yang telah menyebabkan dia terpenjara
secara psikologis. Lambat laun konseli mulai sadar, apa dia tadinya dan siapa
dia sekarang serta klien lebih mampu menetapkan masa depan macam apa yang
diinginkannya. Melalui proses terapi, konseli bisa mengeksplorasi
alternative-alternatif guna membuat pandangan-pandangan menjadi nyata. Menurut
Frankl (1959), pencarian makna dalam hidup adalah salah satu ciri manusia.
Dalam pandangan para eksistensialis, tugas utama konselor adalah mengeksplorasi
persoalan-persoalan yang berkaitan dengan ketidakberdayaan, keputusasaan,
ketidakbermaknaan, dan kekosongan eksistensial. Tugas proses terapeutik adalah
menghadapi masalah ketidakbermaknaan dan membantu Konseli dalam membuat makna
dari dunia yang kacau. Frankl menandaskan bahwa fungsi Konselor bukanlah
menyampaikan kepada Konseli apa makna hidup yang harus diciptakannya, melainkan
mengungkapkan bahwa Konseli bisa menemukan makna, bahkan juga dari penderitaan,
karena penderitaan manusia bisa diubah menjadi prestasi melalui sikap yang
diambilnya dalam menghadapi penderitaan itu.
Buhler
dan Allen (1972) sepakat bahwa psikoterapi difokuskan pada pendekatan terhadap
hubungan manusia alih-alih sistem teknik. Para ahli psikologi humanistik
memiliki orientasi bersama yang mencakup hal-hal berikut :
a. Mengakui pentingya
pendekatan dari pribadi ke konselor
b. Menyadari peran dari
tanggung jawab Konselor
c. Mengakui sifat timbal balik
dari hubungan terapeutik
d. Berorientasi pada
pertumbuhan
e. Menekankan keharusan
Konselor terlibat dengan Konseli sebagai suatu pribadi yang menyeluruh
f. Mengakui bahwa
putusan-putusan dan pilihan-pilihan akhir
terletak di tangan Konseli
g. Memandang Konselor sebagai
model, dalam arti bahwa Konselor dengan gaya hidup dan pandangan
humanistiknya tentang
manusia bisa secara implisit menunjukkan potensi Konseli bagi
tindakan kreatif dan positif
h. Mengakui kebebasan Konseli
untuk mengungkapkan pandangan dan untuk mengembangkan
tujuan-tujuan dan nilainya sendiri
i. Bekerja ke arah mengurangi
ketergantungan Konseli serta
meningkatkan kebebasan Konseli.
3.Teknik-Teknik Terapi
Victor
Frankl dikenal sebagai terapis yang memiliki pendekatan klinis yang detail.
Diantara teknik-teknik tersebut adalah yang dikenal dengan intensi paradoksal,
yang mampu menyelesaikan lingkaran neurotis yang disebabkan kecemasan anti sipatori
dan hiper-intensi. Intensi paradoksal adalah keinginan terhadap sesuatu yang
ditakut.
Seorang
pemuda yang selalu gugup ketika bergaul dengan banyak disuruh Frankl untuk
menginginkan kegugupan itu. Contoh lain adalah masalah tidur. Menurut Frankl,
kalau anda menderita insomnia, anda seharusnya tidak mencoba berbaring ditempat
tidur, memejamkan mata, mengosongkan pikiran dan sebagainya. Anda justru harus
berusaha terjaga selama mungkin. Setelah itu baru anda akan merasakan adanya kekuatan
yang mendorong anda untuk melangkah ke kasur.
Teknik
terapi Frankl yang kedua adalah de-refleksi. Frankl percaya bahwa sebagian
besar persoalan kejiwaan berawal dari perhatian yang terlalu terfokus pada diri
sendiri. Dengan mengalihkan perhatian dari diri sendiri dan mengarahkannya pada
orang lain, persoalan-persoalan itu akan hilang dengan sendirinya. Misalnya,
kalau mengalami masalah seksual, cobalah memuaskan pasangan anda tanpa
memperdulikan kepuasan diri anda sendiri. Atau cobalah untuk tidak memuaskan
siapa saja, tidak diri anda, tidak juga diri pasangan anda.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar