- · Contoh kasus Terapi Humanistik
Introspeksi Sebagai
Terapi Humanistik Eksistensial
Introspeksi adalah proses pengamatan terhadap diri sendiri
dan pengungkapan pemikiran dalam yang disadari, keinginan, dan sensasi. Proses
tersebut berupa proses mental yang disadari dan biasanya dengan maksud tertentu
dengan berlandaskan pada pikiran dan perasaannya. Bisa juga disebut sebagai
kontemplasi pribadi, dan berlawanan dengan ekstropeksi yang berupa pengamatan
terhadap objek-objek di luar diri. Introspeksi mepunyai arti yang sama dengan
refleksi diri.
Sering dikatakan bahwa Wilhelm Wundt, bapak psikologi modern
adalah orang pertama yang mengadopsi introspeksi pada psikologi eksperimental,
meskipun gagasan metodologisnya telah disajikan lama sebelumnya, seperti pada
abad ke-18 filsuf merangkap psikolog Jerman seperti Alexander Gottlieb
Baumgarten atau Johann Nicolaus Tetens. Introspeksi adalah pemeriksaan pikiran
dan perasaan sadar diri sendiri. Dalam psikologi proses introspeksi bergantung
secara eksklusif pada pengamatan kondisi mental seseorang, sementara dalam
konteks spiritual mungkin merujuk pada pemeriksaan jiwa seseorang. Introspeksi
berkaitan erat dengan refleksi diri manusia dan kontras dengan ekstrospeksi.
Introspeksi umumnya menyediakan akses istimewa ke keadaan mental kita sendiri,
tidak dimediasi oleh sumber-sumber pengetahuan lainnya, sehingga pengalaman
individu dari pikiran adalah unik. Introspeksi dapat menentukan sejumlah
keadaan mental termasuk: Sensorik, fisik, kognitif, emosional dan sebagainya.
Pada beberapa kepercayaan introspeksi digunakan sebagai cara
untuk terapi diri contohnya adalah pada agama Islam, penganut agama Islam
mengenal introspeksi diri dengan kata muhasabah. Muhasabah sendiri
memiliki arti introspeksi atau mawas atau meneliti diri, yaitu menghitung
perbuatan pada tiap tahun, tiap bulan, tiap hari bahkan setiap saat. Dalam
bermuhasabah seorang muslim melakukan review terhadap apa yang telah
dilakukannya selama ini adalah benar dan sesuai dengan ajaran Islam atau tidak.
Kegiatan ini memiliki kesamaan dengan salah satu metode psikoterapi yaitu
self-help atau menolong diri sendiri serta dalam pelaksanaan instropeksi diri
menggunakan prinsip humanistik bahwa sebenarnya jawaban atas masalah manusia terdapat
dalam dirinya sendiri.
Dalam melakukan introspeksi seseorang melakukan pengamatan
terhadap apa yang telah ia lakukan selama ini, kemudian ia menilai apakah yang
ia lakukan telah sesuai dengan hidupnya atau tidak, yaitu apakah ia sudah
memenuhi perannya dengan baik (sebagai individu, sebagai anggota masyarakat,
dan sesuai status yang melekat pada dirinya). Setelah melakukan proses
pengamatan tersebut jika sudah terpenuhi maka ia dapat menyukuri atau menaikkan
tujuannya lebih tinggi, namun jika belum terpenuhi maka ia akan melakukan
pemikiran yang lebih jauh untuk menemukan hal-hal yang menghambatnya dalam
memenuhi perannya serta menentukan tindakan serta membangun rencana yang dapat
dilakukan untuk memperbaiki kondisi diri untuk mencapai tujuan pemenuhan peran
tersebut.
Sumber:
Misiak, henryk.2005.psikologi fenomenologi,eksistensial
dan humanistic. Bandung: PT Rafika aditama
- · Contoh Terapi Client Centered Therapy
Seorang
wanita usia setengah baya datang ke tempat praktek seorang psikolog karena
memiliki permasalahan dengan kehidupan rumah tangganya. Penampilan wanita ini
cukup unik dengan rambut berwarna dan pakaian yang serba minim. Menyikapi hal
ini tentu saja psikolog tidak boleh berprasangka terlebih dahulu seperti
berpikir yang tidak-tidak mengenai klien ini, hal ini merupakan aplikasi dari
salah satu formulasi penting menurut Roger yaitu anggapan positif tanpa syarat,
di mana terapis harus menerima keberadaan klien apa adanya tanpa pembedaan baik
dan buruk. Kemudian proses wawancara sebagai instrumen utama dilakukan,
klien mulai menceritakan masalah apa yang dihadapinya. Klien ini bercerita
bahwa dirinya kurang dapat menikmai kebahagiaan hidupnya lagi akibat tekanan
dan beban hidup. Selama mendengarkan keluh kesah klien ini, psikolog haruslah
melakukan kongruensi, menyamakan pola pikirnya dengan pola pikir klien walau
mungkin tidak sesuai, dengan anggapan bahwa klien adalah orang paling ahli
dalam kehidupan dan masalahnya. Selain itu empati juga perlu dilakukan,
psikolog mencoba ikut masuk dan merasakan apa yang dirasakan klien melalui
keluh kesahnya. Terapis menggunakan perasaannya dalam menghadapi klien, dan
terapis menjadi observer menggunakan seluruh inderanya.. Proses ini harus
berjalan dengan formal tetapi nyaman, dengan tetap memegang teguh etika..
Berikutnya psikolog mulai merancang program intervensi, tentu saja dengan
persetujuan dan disesuaikan dengan keadaan klien, mengingat tugas psikolog /
terapis adalah sebagai fasilitator pasif yang mendorong klien untuk bertanggung
jawab dalam menentukan arah atau tindakannya sendiri dengan menciptakan iklim
terapeutik. Program terapi yang nanti dituangkan dalam informed consent terkait
frekuensi dan durasi terapi, biaya, penjadwalan, dan sebagainya. Semisal
untuk intervensi kasus ini, psikolog memilih metode terapi relaksasi sehingga
klien dapat memandang berbagai permasalahan dan beban hidupnya secara lebih
positif dan dapat menjalaninya dengan lebih optimis. Setelah itu psikolog
memberikan kata-kata penutup yang baik dan memotivasi sehingga klien dapat
pulang dengan suasana hati yang lebih nyaman dan tenang.
Sumber:
Fadol,
Ajudan. 2012. Makalah Client Centered
Therapy (CCT)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar